Seriang Welirang - Pendakian Gunung Welirang via Tretes
Batu tersusun membentuk lintasan
Angin berhembus menghadirkan kedinginan
Belerang menyembur memberikan penghasilan
Itulah sedikit kondisi yang tergambar di pendakian Gunung Welirang via Tretes. Sepanjang perjalanan, tracking berupa susunan batu yang kadang beraturan dan tak beraturan. Puncaknya terdapat belerang yang bisa ditambang dan menjadi penghasilan.
Pendakian ketiga gunung di Jawa Timur setelah gunung Penanggungan dan gunung Arjuna. Kenapa memilih welirang, karena tempatnya dekat dengan Surabaya, dan katanya mempunyai puncak yang keren. Pendakian kali ini bersama 6 teman laki-laki dan 2 perempuan. Di antaranya ada aku, Rohman, Mas Akim, Mas Fahrur, Mas Akbar, Verina, dan Ulix. Dan persiapan pendakian ini, dari logistik sangatlah mendadak, dan dari fisik sangatlah minim. Tapi yang penting psikisnya kuat dan yakin.
Penampakan semburan belerang dari puncak |
k
Perjalanan dimulai pada 10 Agustus 2018 pukul 23.00 WIB di pos perijinan. Kita mulai dengan briefing sebentar dan berdoa agar diberi kelancaran saat pendakian. Perjalanan dari pos perijinan menuju pos 1 membutuhkan waktu 1 jam. Sesampainya di pos 1 berisitirahat sejenak. Dengan pertimbangan cuaca, kondisi tubuh, dll, akhirnya kita memutuskan untuk tidur di warung pondokan 1, dengan tanpa tenda, sampai besok pagi. Di sini badan masih kuat menahan kedinginan.
Pukul 05.00 kita bergegas untuk sholat shubuh dan melanjutkan perjalanan sebelum matahari terbit. Udara pagi dan sinar hangat matahari menemani pendakian kita dari pos 1 menuju pos 2. Dibutuhkan waktu sekitar 4 jam perjalanan melewati medan batu. Kenapa batu semua? Karena jalan ini juga digunakan lalu lintas jeep yang mengangkut belerang dari pos 3.
sinar matahari yang menghangatkan |
Mulai kerasa ngos-ngosannya dengan medan yang menanjak dan berbatu. Membosankan karena bentuknya sama terus, dan batu merupakan pijakan yang keras. Jadi kerasa di kaki saat menapak. Beda dengan tanah langsung yang ada suspensinya.
jalan berbatu yang melelahkan |
Sampai pos 2 pukul 09.00, pos ini sering disebut dengan kop-kopan karena terdapat air yang mengalir dan itu bisa dikokop, Bahasa indonesia bisa dicucup, dimasukkan langsung ke dalam mulut.
makan mie, 3 hari 2 malam |
Di pos 2, kita mulai memasak nasi, mie, telur, dan susu. Sebenarnya lebih efektif saat pendakian adalar membawa makanan yang mengandung banyak kalori, seperti madu, dll. Bukan malas mie, tapi gak apalah, enak sih. Kita di sini sampai pukul 12.30. kita sempat tidur dan dilanjutkan skolat dhuhur, karena sepanjang perjalanan ke pos 3, tidak ada air yang mengalir.
Tanjakan asu, salah satu tracking yang dijuluki karena konon katanya paling menanjak dan panjang. Di perjalanan menuju pos 3 ini, bank jalan pintas yang sedikit banyak mempersingkat dan mama mengobati kebosanan karena tracking berbatu terus.
terlantar |
Sampai di pos 3 pukul 17.30, terhitung 4 jam lebih perjalanan dari pos 2. Sesampainya di sini kami dibuat agak takjub dengan keberadaan para penambang belerang yang rela menginap di tempat yang sepi dan dingin. Untuk kebutuhan makan dll, mereka harus turus melewati jalan panjang berbatu. Tidak bisa dibayangkan itu mereka lakukan setiap minggu sekali atau bahkan lebih sedikit.
rumah penambang belerang |
Di pos 3 terhitung ada sekitar 20 rumah yang dibangun untuk tempat tinggal para penambang. Rumah terbuat dari susunan kaya dan bahan alam lainnya. Bentuknya seperti prisma segitiga, muat diisi 2-4 orang.
Alhamdulillah di pos 3 ini ada warung, yang biasanya buka pada saat weekend. Adapun yang dijual adalah mie, nasi, gorengan, dan kopi. Ini bisa dijadikan alternatif apabila pendaki kekurangan bahan makanan atau malas memasak. Kami langsung mendirikan tenda secepat mungkin. Karena udara malam terasa dingin sampai menusu tulang. Pukul 20.00 kita mulai masuk tenda dan tidur.
Malam ini rasanya menjadi malam terpanjang dalam hidup, sudah berkali-kali bangun, tapi matahari tidak muncul jua. Udara yang dingin ditambah pakaian yang tidak mendukung untuk melindungi kedinginan menambah ketidaknyamanan saat tidur. Tidur pun tak nyenyak, mau tidak tidur pun tak enak.
bukan kita yang metik |
Matahari pun bersinar dengan indah pukul 06.00 pagi pada tanggal 12 Agustus 2018. Saat itu kami sholat maghrib sampai shubuh di dalam tenda dengan tayammum, karena tidak kuat dengan dinginnya cuaca. Pagi itu kami bersih diri, berkeliling di sekitar pos 3, dan berfoto-foto. Sedikitnya kami hanya membuat susu untuk memulai perjalanan pagi ini menusu puncak.
Pukul 08.00 kami memutuskan melanjutkan pendakian ke puncak. Sayangnya salah satu anggota perempuan tidak bisa ikut melanjutkan ke puncak dan memutuskan untuk tinggal di tenda.
burung jalak banyak dijumpai di perjalanan |
Jalan dari pos 3 menuju puncak sedikit bervariasi, ada tanah dan batu bersusun. Pendakian membutuhkan waktu 3 jam. Mulai terasa sesak dengan udara dingin. Untungnya beban yang kami bawa tidak seberat saat menuju pos 3, kami membawa peralatan yang penting saja.
Pemandangan menuju puncak |
Di perjalanan ke puncak kita menemukan banyak bunga edelweis dan semacam buah khas puncak, gak tau namanya apa. Kita semacam memutari dan mendaki banyak bukit untuk sampai ke puncak. Di perjalanan kita juga bisa melihat para pendaki yang bekerja kelas melawan panas dan udara yang menyesakkan untuk menambang belerang dari puncak welirang.
Setelah melewati 3 pos, 3 kali tidur, berkali makan dan istirahat. Akhirnya kita sampai di puncak welirang pukul 11.00 WIb, 3156 mdpl tercapai. Butuh perjuangan dan keyakinan untuk sampai sini.
Pendakian bukan hanya sebagai pencapaian dan ketenaran. Tapi harus bisa mengerti akan indahnya penciptaan Tuhan, Allah. Tafakkur terhadap alam, berpikir tentang indahnya alam. Bahwa keindahan bisa dicapai dengan keseimbangan antara alam dan manusia yang Allah ciptakan.
#SeriangWelirang
Comments
Post a Comment