Jadilah Maker jangan hanya Followers

Seberapa sering kita men-share daripada membuat konten sendiri? Pertanyaan ini disampaikan oleh Bapak Hakim, Direktur Utama TV9 saat Workshop Video Pesantren 2016 di Stadion Maguwoharjo, Sleman, Jogjakarta.  Dalam kehidupan kita saat ini, like dan share merupakan hal yang tidak bisa kita saat membuka media social. Like dan share seolah menjadi ukuran dan penghargaan baik atau buruk suatu postingan di medsos.
Bertepatan pada hari santri, di situ dibahas mengenai apa peran santri dalam perkembangan media social yang semakin bervariasi. Haruskah santri ikut-ikutan dengan tren yang atau bagaimana. Sekarang ini, banyak orang yang berani menyampaikan suatu keterangan, fatwa, bahkan hadits padahal ia bukanlah seorang ustad maupun kyai, sedangkan Kyai yang sudah sepuh tidak mempunyai medsos. Itulah sebabnya banyak terjadi salah penafsiran mengenai suatu ilmu karena kita tidak belajar langsung kepada sang guru yang jelas sanadnya tapi melalui kyai Google yang kurang jelas sumbernya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, para kyai harus memanfaatkan teknologi sebagai media dakwahnya.
Ada 2 bidang bisnis media yang perku kita cermati, yaitu bisnis konten dan bisnis channel. Bisnis channel itu ya seperti TV9 ini, kata Pak Hakim. Bisnis channel itu sulitnya adalah menggaji para karyawan, kebanyakan orang di Indonesia suka membuat channel tapi belum siap dengan konten yang akan ditampilkan. Sedangkan bisnis konten itu memanfaatkan keberadaan netizen. Netizen dipersilahkan untuk membuat konten dan mengunggah ke media social. Jadi di sini perusahaan menerima konten dari netizen untuk ditampilkan di channel, jadi tidak perlu banyak karyawan. –Penjelasannya agak ribet.
Lomba video pesantren 2016 ini bisa dijadikan sebagai pionir untuk mengimbangi konten yang ada di internet. Pertumbuhan konten positif dan negative di internet itu seperti deret hitung dan deret ukur, yang positif penambahannya 1, 2, 3, 4, dst sedangkan yang negative 2, 4, 8, 26, dst. Walaupun faktanya demikian, sebenarnya pesantren mempunyai kekuatan yang besar dalam hal itu. Bila kita hitung, ada ribuan pondok pesantren yang ada di Indonesia, maka bisa dikalikan berapa santri yang mampu diberdayakan untuk menghasilkan video-video konten positif.
Maka sudah seharusnya di pesantren ada divisi tersendiri yang bertugas untuk mengurusi media social. Divisi tersebut akan menghadirkan konten yang akan disampaikan ke khalayak umum. Isi konten meliputi kajian Al-Qur’an, hadits, fikih, tasawuf, cerita pesantren, cerita kyai di Indonesia dll. Tidak semua santri di pesantren mengetahui biografi Kyainya, maka dari cerita yang ada bisa dijadikan film atau sinetron yang mendidik. Pak Hakim sebagai Dirut TV9 siap untuk bekerjasama maupun memberikan pelatihan guna mewujudkan cita-cita tersebut.
Saat ini integrasi antar media memang sangat dibutuhkan. Seperti yang kita ketahui ada banyak media social yang berkembang saat ini, mulai dari facebook, twitter, Instagram, path, youtube, dll. Pak  Hasan Chabibie, dari Pustekkom Kementrian Pendidikan Kebudayaan (Kemdikbud). menyatakan, saat ini orang tidak hanya menggunakan 1 media social, tapi bisa lebih dari 2 di setiap smartphone, maka dari itu, penting adanya integrase antar media. Sebagai contoh, kita mengupload video di Instagram, maka video itu kita share ke facebook, twitter, dll. Itu merupakan cara ampuh untuk menyebarkan konten yang kita buat.


Kalau gak fitnah ya ghibah!
Pesantren sudah saatnya menjadi solusi atas krisis radikalisme agama," jelas Pak Hasan. Saat ini tontonan yang menjadi favorit adalah sinetron dan infotainment. Inti dari sinetron merupakan sebuah cerita, kenapa orang Indonesia suka sinetron? Karena dari kecil kita sering dibacakan cerita oleh orang tua maupun guru kita. Sementara inti dari infotainment kalua gak ghibah ya fitnah. Seperti yang kita ketahui, infotainment biasanya menampilkan berita perceraian, pertengkaran, dan konflik lainnya. Kalua gak gitu, maka aka menampilkan kegiatan artis yang umroh berkali-kali, memberikan santunan dll. Semua itu ada sisi baik dan buruknya, tergantung cara pandang kita bagaimana.

Oleh karena itu, sebagai santri harusnya mampu menghadirkan sinetron yang beragam, karena kehidupan di pondok pesantren pasti penuh dengan cerita yang menarik dan sulit untuk dilupakan. Memang kendalanya adalah peralatan untuk membuat itu. Berkaca dari kehidupan pesantren, HP pun tidak diperbolehkan untuk dibawai saat nyantri, karena itu bisa menganggu aktivitas kita. Tapi jika kita mempunyai tekad yang kuat, maka bukan tidak mungkin semua itu dapat terwujud.
Alhamdulillah dapat juara Lomba Video Pesantren 2016

Comments

Popular Posts