Sebuah Mindset: Laki-laki dan Perempuan dalam Pernikahan

Seringkali aku mendapat pertanyaan random dari teman-teman yang bahkan tidak pernah aku bayangkan, terkadang aku membalas sekedarnya, tapi juga kadang menjadikannya sebagai bahan diskusi, karena ini bisa melatih skill critical thinking

Kali ini dari pertanyaan dari teman perempuanku, seorang mahasiswa S2 yang sedang takut untuk menikah, dan inilah pertanyaannya. “Kenapa akad dan talak menjadi hak laki-laki?”



Oke, mulailah aku memikirkan jawabannya sembari bertanya ke teman lain dan mencari referensi. Di bawah ini aku membeberkan jawaban-jawaban dari temanku.


Teman 1

Karena ini persoalan tentang syari'at, maka harus dijawab dengan sudut pandang syariat juga. Heheu.


Karena dalam Islam, laki-laki itu ibarat pemimpin utama, ketika laki-laki itu masih sendiri (pemuda) maka dia jadi pemimpin bagi dirinya sendiri, dan ketika berkeluarga menjadi pemimpin bagi istrinya. Saat bujangan (masa syabab) sekitar usia aqil baligh sebenarnya dalam Islam, anak laki-laki itu seharusnya sudah bisa memulai untuk menghidupi dirinya sendiri, menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri, karena kelak dia akan menjadi pemimpin dalam rumah tangganya. Sedangkan perempuan, lebih dimuliakan di rumahnya, dan tanggungjawab atas segala keperluannya pada dasarnya ditanggung oleh bapaknya sampai ia menikah.


Kalau balik lagi ke konteks kenapa jadi hanya laki-laki yang berhak mengucapkan akad/talak, ya karena ada proses pemindahan tanggung jawab dari pihak Bapak ke suami itu. Maka, laki-laki yang baru datang itu meminta, dan mesti mengucapkan akad (ijab & qabul) atas peralihan tanggung jawab tersebut atas nama Allah. Dan dengan itu bergeserlah kepemimpinan dan tanggungjawab dari si Bapak menjadi ke suami. Sehingga, ketika talaq/yang berhak 'memutuskan' ikatan tersebut juga adalah pihak laki²


Halhal di atas harus benar-benar dipahami dari sudut pandang syariat, jadi ga ada pihak yang terdzolimi. Oiya, meski ucapan talaknya itu mesti dari pihak laki-laki, perempuan juga bisa kok minta pisah, 'khulu' namanya. Ini juga salah satu hak yang dimiliki istri. Jadi ga cuma laki-laki aja yang punya hak. Heheu


Syari'at itu dari Allah, logika itu asalnya dari campur tangan manusia. Syari'at itu sifatnya tetap, tetapi pemahaman logika itu bisa berubah-ubah. Makanya, hukum-hukum fiqih yang pendekatannya juga pakai logika, nantinya juga bisa berubah-ubah sesuai kondisi.


Teman 2

Apakah relevan, bila pertanyaan dikalibrasi dulu: apakah akad dan talak adalah hak sehingga dipermasalahkan siapa yang mendapatkannya? Atau justru ia adalah tanggung jawab yang dipertanyakan nanti siapa yang menggunakannya? Menjadi menarik, sejak akad, semuanya urusan keluarga adalah tanggung suami, termasuk juga kesejahteraan istri dan anak-anaknya. Untuk menjamin itu, maka Agama memberikan hak kepada suami untuk mengeluarkan talak, sebagai salah satu pintu darurat agar tanggung jawab itu dilakukannya dengan baik atau diselesaikannya dengan baik.


Teman 3

Laki-laki diciptakan dengan kelebihannya oleh Allah sebagai pemimpin, karena laki-laki memutuskan perkara sesuai akal. Sedangkan perempuan itu cenderung kepada perasaan/emosi/nafsu, sedangkan nafsu datangnya dari setan sehingga wanita mudah emosi dan mudah memutuskan suatu hal tanpa berfikir panjang, sehingga keputusan talak ada di pihak laki-laki yang akalnya lebih jernih. 

Laki-laki akan selalu bisa meredam emosinya dan juga emosi wanitanya sehingga dapat kembali bersama.


Sudut pandangku

Ada lagi yang membuat perumpamaan bahwa laki-laki itu kepala sekolah, dan perempuan gurunya, jadi dimana keputusan tertingginya? Sudah jelas pasti kepala sekolah. Tapi kan sekarang banyak juga kepala sekolah perempuan??? Bingung kan


Di hidup ini ada yang namanya fitrah, laki-laki dan perempuan punya fitrah yang berbeda. Seperti halnya laki-laki diciptakan lebih kuat daripada perempuan. Perempuan mempunyai bentuk tubuh yang berbeda dengan laki-laki, maka pakaiannya pun beda. Laki-laki menerima warisan 2 bagian, sementar wanita 1 bagian. Semua itu hukum Allah yang sudah pas, adil, dan penuh dengan hikmah jika kita bisa menjalani dengan baik. 


Menurutku, hal yang paling menarik dari pembahasan di atas adalah bagaimana seseorang dalam menjawab atau memberikan pertanyaan, yang semuanya bermula dari mindset dan pengalaman. 


Pengalaman

Aku beberapa kali menemui pertanyaan yang intinya menanyakan hakikat pernikahan itu sendiri, sehingga menjadikannya takut untuk menikah. Usut punya usut salah satu penyebabnya adalah karena melihat masalah pernikahan dari orang-orang terdekat dia sendiri, seperti orang tua. Melihat orang tua yang mempunyai masalah dalam pernikahan membuat sang anak berpikir dua kali untuk menikah. 


Mindset

Mindset itu dibentuk berdasarkan apa yang kita masukkan ke dalam otak, melihat, membaca, mendengar dan lainnya. Pola pikir itu bisa menghasilkan pemikiran seperti liberalisme, pluralisme, feminisme, dan pemikiran lainnya. Ini bisa jadi salah atau benar tergantung sudut pandangnya. 


Pada akhirnya, pertanyaan di atas bisa muncul karena pengalaman sebelumnya atau karena mindset yang kurang tepat ketika menghadapi suatu masalah. Terhadap pengalaman yang kurang menyenangkan semoga kita bisa mengikhlaskannya dan mengatasi dampaknya. Dan terhadap mindset yang salah, semoga Allah mudahkan kita untuk berpikir dengan mindset yang benar sesuai ajaran agama Islam. 


Wallahu a’lam bisshowab. 


Comments

Post a Comment

Popular Posts