#ReviewBuku Katarsis Membereskan Beban Hati

Katarsis Membereskan Beban Hati, sebuah buku yang ditulis oleh 3 mahasiswa jurusan psikologi. Aku sendiri mulai tertarik ke pembahasan psikologi karena aku punya teman dekat seorang mahasiswa psikologi. Ketertarikan semakin terasa karena masalah tersebut mudah dijumpai di sekitar kita, secara setiap hari kita bertemu dengan orang-orang yang berbeda-beda karakter dan sifatnya. Itulah salah satu hal yang dibahas pada psikologi yang kutau.

Pada hakikatnya belajar psikologi adalah mengenal kebesaran Allah yang ada pada sisi kejiwaan manusia. Terdapat tiga komponen yang menjadi focus kajian psikologi kontemporer yang berkembang di Barat, yaitu kognitif/pikiran/aql/intellect, afektif/perasaan/qalb/heart, dan konatif/perilaku/irada/will.

Seperti halnya karya ilmiah mahasiswa berbentuk skripsi, buku 176 halaman ini ditulis dengan sangat memperhatikan referensi. Meski begitu bahasa yang digunakan ringan dan mudah dipahami, walaupun pembacanya bukan orang psikologi. Atau mungkin buku ini memang diperuntukkan untuk orang awan yang ingin mengenal kejiwaan manusia.

Hal yang bisa kupetik dari buku ini adalah ada beberapa cara untuk membereskan beban hati (menurut bahasaku), yaitu akui, nikmati, cari solusi, dan lakukan.

Manusia hidup pasti punya masalah dan itu harus dihadapi. Ada banyak emosi yang muncul ketika kita menghadapi masalah, mulai dari joy (bahagia), sad (sedih), disgust (jijik), anger (marah), dan fear (takut). Semua manusia hidup untuk mencapai kebahagiaan, tapi manusia juga mempunyai emosi sedih dan itu harus diungkapkan. Maka insight yang kuingat adalah bahwa bersedih dan menangis itu harus dilakukan, walaupun sulit, mungkin bagi laki-laki.

Emosi bagaikan cuaca. Seperti perkiraan cuaca yang dibuat bukan untuk menghindari cuaca buruk, namun untuk menyiapkan diri agar siap menghadapinya Mengenali emosi akan membantu kita untuk lebih siap saat perubahan terjadi.

Saat kita sudah mengenalinya emosi diri, maka jika muncul kelola emosi dengan baik. Akui bahwa kita sedang marah, sedih, atau takut, jangan sok-sokan disembunyikan dengan dalih “aku kuat kok”. Hal ini dibahas pada bab Ungkap vs Pendam. Bahwa mengungkapkan emosi bisa melegakan hati, menjauhkan diri dari memendam rasa dan pikiran yang negatif terhadap orang lain. Jika tidak bisa mengungkapkan, maka lakukan berbicara kepada diri sendiri, istilah kerennya self talk.

"Be careful how you are talking to yourself because you are listening". (Lisa M. Hayes)

Salah satu teknik katarsis yang disebutkan di buku ini adalah expressive writing. Teknik ini bisa dilakukan secara mandiri dengan menulis pengalaman yang dianggap traumatis, emosional, dan stressful. Mudahnya seperti membuat diary. Dengan berani berarti kita sudah jujur pada diri sendiri bahwa ada masalah yang belum selesai dan perlu diselesaikan. Lalu bagaimana jika malas menulis? Coba curhat ke sahabat yang tepat bisa dipercaya, karena bisa jadi bukan solusi yang didapatkan melainkan kekecewaan karena masalahmu dianggap remeh. Maka curhat ke ahli lebih baik, psikolog hadir dan bekerja secara professional membantu klien yang datang kepadanya.

Bagaimana kalau curhat ke Allah? Psikologi mengurusi masalah hati, sebagai seorang muslim kita harus meyakini untuk membereskan beban hati maka kita kembali ke sang pemilik hati, Allah. Inilah sisi solusi sekaligus motivasi dari buku ini.

Kita diajak membaca kisah para Nabi yang menghadapi masalah yang lebih besar, tapi selalu berdoa dan percaya kepada Allah. Allah Maha Kuasa tak terkecuali untuk menghilangkan kesedihan dan masalah-masalah berat kita. Dilanjutkan dengan tips menjaga hati yaitu selalu berzikir untuk menenangkan hati, memperbaiki sholat lima waktu, dekat dengan majelis ilmu, memenuhi hati dengan Al-Qur’an, dan memaafkan.

"Memelihara dendam itu seperti meminum racun tetapi berharap orang lain yang mati." 

Di akhir buku kita diajak untuk diskusi, benarkah masalah kesehatan mental disebabkan kurangnya ibadah atau iman yang lemah? Ini menarik sih, karena pasti kita sering mendengar ketika ada orang yang depresi dianggap bahwa di jauh dari Allah, kurang sholat, dan ibadah lainnya.

Aku sebelumnya pernah membahas sedikit tentang masalah gangguan mental dan bagaimana menghadapinya bersama orang yang pernah menderitanya, yaitu korban broken home. Sebuah nasihat darinya yaitu, bangkit, hadapi, maafkan, dan selesaikan. Cerita lengkapnya bisa lihat video di bawah ini.

Sekian semoga bermanfaat.

Comments

  1. keren Ustadz... Maa syaa Allah.... ditunggu review buku yang lain Ustadz Rohim...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts