Ibadah Bertambah, Sampah pun Melimpah
Tiga laki-laki menunggu berbuka ditemani takjil segelas air dan kurma |
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, Kota Depok mencatat ada penambahan jumlah
sampah sebanyak 211 ton setiap hari saat memasuki bukan Ramadhan. Jumlah ini
diprediksi naik sekitar 30 persen dari jumlah sampah yang masuk setiap hari di
TPA Cipayung sekitar 900 ton per hari. “Lonjakan volume sampah naik karena
selama bulan Ramadhan ini masyarakat biasanya lebih konsumtif,” ucap Ardan.
(Kompas.com, 2019)
Tahun 2018, Pusat Makanan dan Nutrisi Barilla mencatat Indonesia membuang sampah makanan terbesar kedua dengan jumlah mencapai 300 kilogram per orang per tahun. Data yang juga dimuat oleh The Economist Intelligence Unit ini mencatat Arab Saudi di posisi pertama dengan jumlah sampah makanan mencapai 247 kilogram per orang per tahun, dan Amerika Serikat di posisi ketiga dengan jumlah 277 kilogram. (detik.com, 2019)
Baru-baru ini postingan membahas pencemaran
sampah meningkat di media sosial, mulai dari akun natgeoindonesia,
bbcindonesia, dan mediaindonesia. Agaknya kesadaran terhadapa pencemaran yang
diakibatkan oleh sampah plastik sudah mulai meningkat, setidaknya dari viralnya
postingan tersebut.
Dua berita yang saya cantumkan di atas
sangat terasa sekali, utamanya selama bulan Ramadhan. Bayangkan di sebuah
masjid, di bulan biasa masjid tersebut hanya membuat sampah berupa gelas
minuman mineral, lalu selama Ramadhan, masjid tersebut menyediakan makanan
berbuka untuk para jamaahnya sebanyak 200-300 bungkus makanan. Sudah bisa
dibayangkan berapa banyak sampah yang terkumpul.
Bukan menyalahkan kegiatan berbagi makanan
yang dilakukan selama Ramadhan, itu sangatlah baik dan ditunggu khususnya oleh
para mahasiswa indekos yang malas masak dan minim uang.
Membangun Kesadaran
Salah satu cara terbaik untuk mengurangi
sampah adalah dari mengobah pola pikir. Pembahasan tentang pentingnya
pengelolaan sampah tentunya sudah banyak disampaikan oleh para pegiat lingkungan,
salah satunya melalui tagar #sayapilihbumi.
Saya kembali menyoroti tentang kegiatan
berbagi makanan di masjid tadi. Lalu bagaimana agar bisa mengurangi sampah
akibat bungkus dan makanan sisa? Pertama bangun kesadaran untuk selalu
menghabiskan makanan. Ingat Indonesia menempati peringkat kedua pembuang sampah
makanan terbesar di dunia. Kedua dengan mengajak para jamaah memilah sampah,
dari mulai botol plastik sampai bungkus makanan. Ini harus dibarengi dengan
fasilitas dari pengurus masjid yang menyediakan tempat sampah sesuai jenis dan
nantinya tidak dicampur lagi saat masuk ke TPA.
Kesadaran tersebut sangat baik jika didukung
dengan peraturan dari para takmir masjid.
Perlu Adanya Contoh
Ing ngarso sung tulodho, di depan memberi
teladan. Ya, sebaiknya pengajaran adalah dengan praktek langsung, lebih mengena
dan berguna. Ketika saya menulis artikel ini, harusnya saya sudah paham dengan
konsep pengelolaan sampah dan bisa melakukan pemilahan sampah.
Kaitannya dengan masjid percontohan, ada
salah satu masjid yang bisa menjadi teladan terhadap apiknya pengelolaan
sampah. Yaitu Masjid Jogokariyan yang terletak di Jl. Jogokaryan No.36, Mantrijeron, Kec. Mantrijeron,
Kota Yogyakarta. Masjid yang baru-baru ini Ketua Dewan Syuronya, Ust.
H.M Jazir ASP, mendapatkan
penghargaan Tokoh Perubahan Republika 2018.
Kampung Ramadhan Jogokariyan. (https://www.instagram.com/masjidjogokariyan/) |
Masjid ini tiap
harinya menyediakan 2500 piring makanan kepada para jamaannya. Ya, mereka tidak
memakai makanan bungkus yang bisa saja lebih praktis, melaikan menggunakan
piring yang harus dicuci tiap harinya oleh para relawan masjid. Apabila
dibayangkan akan sangat repot menyediakan makanan siap saji sebanyak 2500
setiap hari. Tapi itu bukan sekedar repot dan banyaknya waktu yang dibutuhkan
untuk persiapan. Melalui itu akan timbul ukhuwah di antara warga masjid yang
membantu dan lebih lagi mampu mengurangi sampah dengan lebih signifikan
dibandingkan dengan makanan bungkus.
Bank Sampah
Pertama membangun
kesadaran, dilanjut dengan memberi teladan, apabila masih tidak bisa maka harus
diberikan imbalan. Memang untuk ikhlas kebanyakan orang harus dipaksa terlebih
dahulu, sehingga timbul kebiasaan.
Bank Sampah Desa Bringkang |
Solusi selanjutnya
untuk mengelola sampah adalah melalui Bank Sampah. Program ini pernah saya dan
tim saya lakukan saat menjalankan Kuliah Kerja Nyata di Desa Bringkang,
Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Bisa dinilai program tersebut sukses sebagai
program rintisan. Seperti yang kita ketahui, salah satu masalah besar yang ada
di Kebupaten Gresik adalah sampah.
Warga desa jadi mau
memilah sampah karena ada embel-embel uang di dalamnya. Memang kita sering
berpikiran apa yang didapat apabila melakukan itu? Menguntungkan kah buat kita?
Kalau menguntungkan yang mau melakukan. Maka kegiatan memilah sampah tersebut
dibuat menjadi kegiatan yang menguntungkan.
Lakukan
Butuh proses panjang
untuk bisa mengurangi dan mengelola sampah, tapi bukan berarti kita tidak bisa.
Seperti halnya ajaran islam, “Kebersihan sebagian dari iman”, itu bisa dicapai
salah satunya dengan mengurangi dan mengelola sampah.
Kita sudah mempunyai
dasar untuk menjaga kebersihan, tinggal implementasi di kehidupan nyata.
Di sini saya menulis
opini sebagai bagian dari kesadaran saya, semoga kita bisa sama-sama mewujudkan
gagasan ini.
Uuuu kereen. Maa syaa Allah. 💞
ReplyDelete