Arjuna Memesona


Gunung Arjuna merupakan salah satu gunung aktif tertinggi yang ada di Jawa Timur setelah Gunung Semeru. Puncaknya bias ditempuh melalui banyak rute, antara lain via Purwosari, via Welirang, via Lawang dan Tretes. Dan kali ini kita akan mendaki melalui via Purwosari.

Hari itu, Jumat 11 Agustus 2017 kita memulai perjalanan, dari Surabaya ke pos pendakian Purwosari sekitar 2.5 jam dengan menggunakan sepeda motor. Kita berangkat pukul 21.00 dan tiba di pos perijinan pendakian pukul 23.00 WIB. Kita harus melakukan perijinan sebelum mendaki untuk keselamatan dan kenyamanan bersama. Di situ kita mengisi data diri, data barang, sampai data keluarga. Tiket masuk hanya 10.000/orang

Masih semangat
Malam ini kita mulai perjalanan dengan doa. Dalam pendakian gunung, apapun bisa terjadi, mulai dari tersesat, kejadian mistis, bahkan meninggal, dan benar adanya. Selalu berlindung dan menyebut nama Allah, Sang Pencipta segalanya adalah cara yang tepat untuk menghilangkan rasa was-was tersebut.

Sempat khawatir dengan baliho yang menampilkan daftar orang hilang yang ditemukan dalam keadaan hidup bahkan meninggal. Karena semua takdir berasal dari Allah, maka kita harus berserah diri kepada Allah. Pos 1 terlewati, disini masih dijumpai mushola, toilet, dan tempat perisitirahatan.


Di semua pos yang ada di Gunung Arjuna, pasti terdapat petilasan. Memang terlihat sedikit menyeramkan, tapi itulah kepercayaan. Perjalanan ke pos 2 membutuhkan waktu sekitar 2 jam, tubuh semakin lelah dan ngantukpun mulai menyerang. Akhirnya kita putuskan untuk mendirikan tenda dan beristirahat di pos sampai Sabtu pagi.

Perjalanan kedua
Udara terasa dingin sampai menusuk tulang. Memang sudah hukum alam, jika kita di gunung tidak banyak bergerak maka tubuh kita mudah untuk merasa kedinginan.
Bangun-bangun tidur disambut dengan gonggongan anjing penjaga, sempat kaget sih. Tapi ternyata kedua anjing di pos 2 ini jinak, jika kita tidak menggangu, namanya Yuppy dan Molly, pemiliknya punya warung di situ. Warung terakhir ditemukan ya di pos 2, dan kita memutuskan untuk sarapan di situ, walaupun hanya nasi dan mie instan. Di sini motivasi untuk mencapai puncak kembali bertambah. Target kita hari sampai ke pos 5 saat dhuhur.

Salah satu pos yang jaraknya dekat yaitu pos 2 ke pos 3. Pos bernama Eyang Sakri, disini Cuma ada bangunan petilasan dan tempat istirahat. Di tengah perjalanan dari pos 3 ke pos 4 kita bisa menemukan petilasan yang cukup besar bernama rahayu. Selama perjalanan kita bisa melihat keindahan kita Pasuruan dan sekitarnya dengan jelas. Dan pos 4, namanya Eyang Semar, petilasan yang lumayan nyeremin saat malam. Dan akhirnya kita sampai pos 5 pukul 11.30, pos terbesar sebagai tempat perisitirahatan para pendaki sebelum lanjut ke puncak. Di sini kita bisa masak dengan leluasa karena masih ditemukan sumber air dengan mudah dan tempatnya pun memadai. Menu kita siang ini yaitu mie campur sayur dengan tambahan telur goreng yang sederhana tapi nikmat.

Kata tour guide kita, Mas Akim, ini sih tempatnya gak banyak yang tau. Ini tempat bisa dinamakan sungai tempat mengalir lahar, batu bertingkat atau apapun. Jadi tempatnya itu tersusun dari batu yang besar-besar, dan saat itu tidak dialiri air karena kemarau. Di situ kita sholat Dhuhur dan Ashar sambil menikmati pemandangan yang indah. Setelah itu kita kembali ke tenda untuk beristirahat sampai Isya.



Puncak yang tersembunyi
Menata niat dan mindshet saat adalah hal yang utama. Saat kita berpikir bahwa puncak itu jauh dan gak mungkin mungkin tercapai, maka pikiran itu akan menjadi nyata dan sebaliknya.

Awalnya kita sematkan niat untuk bangun maghrib dan melanjutkan perjalanan, tapi karena suasana gunung dan badan yang tak mendukung akhirnya kita bangun jam 8 malam. Kita langsung bergegas untuk sholat dan packing agar bisa cepat melanjutkan perjalanan ke puncak. Di pos 5 kita bertemu pendaki yang sudah berpengalaman dan berkata bahwa perjalanan ke puncak bisa dimulai pukul 10 malam dan sampai puncak pukul 5 pagi saat shubuh sehingga bisa menemui sunrise. Kita percaya itu.
 


Aku menyebutnya sebagai puncak yang tersembuyi. Delapan jam perjalanan kita baru bisa melihat puncak gunung Arjuna pada 2 jam terakhir. Dengan tim yang masih pemula dan 2 orangnya adalah cewek, kita baru bisa sampai puncak pukul 8 pagi. Salah satu teman kita bisa sampai puncak tepat waktu karena ia mengikuti rombongan yang sudah pengalaman. Di perjalanan kita masih melewati pos 6 dan 7, setelah pos 7 tidak ada pos lagi, dan inilah track terpanjang. Dengan track yang hampir tidak bervariasi, karena Cuma ada track tanah menanjak dan batu, juga kurang adanya petunjuk jarak ke puncak membuat kita semakin kelelahan karena mindset kita sudah berubah dengan kebosanan.
10 menit perjalanan, 10 menit kita istirahat, seperti itu terus sampai puncak terlihat. Sangat wajar bila perjalanan bertambah 3 jam dari perkiraan awal. Memang bila kita rasakan seperti di PHP oleh plang yang bertuliskan puncak Arjuna tanpa tulisan jarak dan waktu. Karena memang kita harus memutari dan melewati banyak bukit sehingga perjalanan terasa jauh.


3339 mdpl
Sungguh kecil kita jika dibandingkan dengan keagungan Allah yang menciptakan puncak Arjuna 3339 mdpl dan puncak-puncak gunung lainnya. “Apabila bumi digoncangkan sedahsayat-dahsyatnya. Dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya. Maka jadilah debu yang berterbangan.” (QS. Al-Waqi’ah : 4-6).

Setelah meyakinkan hati dan menguatkan fisik, akhirnya sampai kita di puncak Arjuna. Puncak Arjuna terdiri dari batu-batu besar yang berserakan dan di sampingnya terdapat puncak Gunung Welirang dan Gunung Kembar. Walaupun rencana awal untuk mengejar sunrise tidak tercapai, tapi pemandangan dari puncak Arjuna mampu mengobati kekecewaan itu. Di sini kita juga bisa melihat Gunung Semeru yang jauh di mata. Akhirnya tidak butuh kamera yang bagus untuk mengabadikan pemandangan yang indah.




Comments

Popular Posts